ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN ELIMINASI ALVI

14:26


1.         Definisi
Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.
2.         Pencernaan Normal dan Eliminasi
Saluran gastrointestinal (GI) merupakan serangkaian organ muscular berongga yang dilapisi mukosa (selaput lendir)
Tujuan kerja organ ini adalah :
a.         Mengabsorbsi cairan dan nutrisi
b.        Menyiapkan makanan untuk diabsorbsi dan digunakan sel-sel tubuh
c.         Menyediakan tempat penyimpanan feses sementara

3.         Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Alvi (Defekasi)
a.         Usia : Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang sedangkan pada usia manula kontrol defekasi menurun.
b.        Diet : Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh juga mempercepat proses defekasi.
c.    Intake cairan : Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorpsi cairan meningkat.
d.        Aktifitas : Tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon
e.   Psikologis : Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltik, sehingga menyebabkan diare.
f.         Pengobatan : Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan konstipasi
g.       Gaya Hidup : Kebiasaan untuk melatih buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar dan kebiasaan menahan buang air besar.
h.        Prosedur diagnostic : Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic biasanya dipuasakan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah makan.
i.          Penyakit : Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi
j.        Anestesi dan pembedahan : Anestesi unium dapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung 24-48 jam.
k.      Nyeri : Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid fraktur os pubis, episiotomi akan mengurangi keinginan untuk buang air besar.
l.          Kerusakan sensorik dan motorik : Kerusakan spinal cord dan injury kepala akan menimbulkan penurunan stimulus sensorik untuk defekasi
m.   Posisi selama defekasi : Posisi jongkok merupakan posisis yang normal saat melakukan defekasi. Toilet modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu untuk duduk tegak kearah depan, mengeluarkan tekanan intra abdomen dan mengeluarkan kontraksi otot-otot pahanya.
4.         Masalah Defekasi
a.         Diare
Peningkatan jumlah feses dan peningkatan feses cair yang tidak terbentuk. Diare adalah gejala gangguan yang mempengaruhi proses pencernaan, absorbsi, dan sekresi di dalam GI. Isi usus terlalu cepat keluar melalui usus halus dan kolon sehingga absorbsi cairan yang biasa tidak dapat berlangsung.
b.        Konstipasi
Merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
c.         Fecal impaksi
Merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid
d.        Inkontinensia alvi
Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus.
e.         Kembung /Akumulasi Gas / Flatulen
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
f.         Hemoroid
Vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan rectum.
g.        Diversi Usus
Penyakt tertentu menyebabkan kondisi – kondisi yang mencegah pengeluaran feses secara normal dari rectum. Sehingga menimbulkan suatu kebutuhan untuk membentuk suatu lubang (stoma) buatan yang permanen atau sementara. Lubang yang dibuat melalui pembedahan (ostomi) paling sering di ileum (ileostomi) atau di kolon (kolostomi).
5.         Proses Keperawatan untuk Masalah Eliminasi Alvi
a.         Pengkajian
Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kelainan, perawat melakukan pengkajian riwayat keperawatan, pengkajian fisik abdomen, menginfeksi karakteristik feses, dan meninjau kembali hasil pemeriksaan yang berhubungan.
1)        Riwayat keperawatan
Riwayat keperawatan memfasilitasi peninjauan ulang pola dan kebiasaan defekasi klien. Gambaran yang klien katakan sebagai “ normal “ atau “ tidak normal “ mungkin berbeda dari faktor dan kondisi yang cenderung meningkatkan eliminasi normal. Dengan mengidentifikasi pola normal dan abnormal, kebiasaan, dan persepsi klien tentang eliminasi fekal memungkinkan perawat menentukan masalah klien. Banyak riwayat keperawatan dapat dikelompokkan berdasarkan faktor – faktor yang mempengaruhi eliminasi.
a)      Penentuan pola eliminasi klien yang biasa. Termasuk frekuensi dan waktu defekasi dalam sehari. Pengkajian terkini tentang pola defekasi klien yang akurat dapat ditingkatkan dengan meminta klien atau tenaga kesehatan melingkapi lembar pencatatan eliminasi fekal atau defekasi (Doughty, 1992). Seperti pada penyuluhan klien, perawat harus memastikan bahwa individu yang melengkapi lembaran pencatatan memahami informasi yang harus ia tulis.
b)    Identifikasi rutinitas yang dilakukan untuk meningkatkan eliminasi normal. Contoh rutinitas tersebut adalah konsumsi cairan panas, penggunaan laksatif, pengkonsumsian makanan tertentu, atau mengambil waktu untuk defekasi selama kurun waktu tertentu dalam satu hari
c)    Gambaran setiap perubahan terbaru dalam pola eliminasi. Informasi ini mungkin merupakan informasi yang paling penting karena pola eliminasi bervariasi dan klien dapat dengan sangat mudah mendeteksi adanya perubahan.
d)      Deskripsi klien tentang karakteristik feses. Perawat menentukan warna khas feses, konsistensi feses yang biasanya encer atau padat atau lunak atau keras.
e)       Riwayat diet. Perawat menetapkan jenis makanan yang klien inginkan dalam sehari. Perawat menghitung penyajian buah – buahan, sayur –sayuran, sereal, dan roti.
f)      Gambaran asupan cairan setiap hari. Hal ini meliputi tipe dan jumlah cairan. Klien mungkin harus memperkirakan jumlah cairan dengan menggunakan cara pengukuran yang biasa digunakan dirumah.
g)        Riwayat olahraga. Perawat meminta klien menjelaskan tipe dan jumlah olahraga yang dilakukannya setiap hari secara spesifik.
h)        Pengkajian penggunaan alat bantuan buatan dirumah. Perawat mengkaji apakah klien menggunakan enema, laksatif atau makanan khusus sebelum defekasi
i)      Riwayat pembedahan atau penyakit yang mempengaruhi saluran GL. Informasi ini seringkali dapat membantu menjelaskan gejala-gejala yang muncul.
j)          Keberadaan dan status diversi usus. Apabila klien memilki ostomi, perawat mengkaji frekuensi drainase feses, karakter feses, penampilan dan kondisi stoma (warna, pembengkakan, dan iritasi), tipe peralatan yang digunakan, dan metode yang digunakan untuk mempertahankan fungsi ostomi.
k)      Riwayat pengobatan. Perawat menanyakan apakah klien mengonsumsi obat-obatan (seperti laksatif, antasid, suplemen zat besi dan analgesik) yang mungkin mengubah defekasi atau karakteristik feses
l)          Status emosional. Emosi klien dapat mengubah frekuensi defekasi secara bermakna. Selama pengkajian, observasi emosi klien, nada suara, dan sikap yang dapat menunjukkan perilaku penting yang mengindikasikan adanya stres.
m)      Riwayat sosial. Klien mungkin memiliki banyak aturan dalam kehidupannya. Tempat klien tinggal dapat mempengaruhi kebiasaan klien dalam defekasi dan berkemih. Apabila klien tinggal didalam rumah yang ditempati oleh beberapa orang, berapa banyak kamar mandi yang tersedia? Apakah klien memilki kamar mandi sendiri atau apakah mereka perlu menggunakan kamar mandi bersama-sama yang menyebabkan mereka harus menyesuaikan waktu dalam menggunakan kamar mandi untuk mengakomodasi kebutuhan orang lain yang tinggal bersama mereka? Apakah klien tinggal sendiri, apakah mereka mampu berjalan ke toilet dengan aman? Apakah klien tidak dapat defekasi secara mandiri, perawat menentukan orang yang akan membantu klien dan menentukan caranya.
n)      Mobilitas dan ketangkasan. Mobilitas dan ketangkasan klien perlu di evaluasi untuk menentukan perlu tidaknya peralatan atau personel tambahan untuk membantu klien.
2)        Pengkajian Fisik
Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang kemungkinan dipengaruhi oleh adanya masalah eliminasi.
a)      Mulut. Pengkajian meliputi inspeksi gigi, lidah, gusi klien. Gigi yang buruk atau struktur gigi yang buruk mempengeruhi kemampuan mengunyah.
b)       Abdomen. Perawat menginspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat warna, bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit.
·          Inspeksi juga mencakup memeriksa adanya masa, gelombang peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh darah vena, stoma dan lesi. Dalam kondisi normal, gelombang peristaltis tidak terlihat. Namun, gelombang peristaltik yang terlihat dapat merupakan tanda adanya obstruksi usus.
·       Distensi abdomen terlihat sebagai suatu tonjolan abdomen ke arah luar yang menyeluruh. Gas di dalam usus, tumor berukuran besar, atau cairan berada dalam rongga peritonium dapat menyebabkan distensi. Distensi abdomen terasa kencang dan kulit tampak tegang, seakan direnggangkan.
·       Perawat mengauskultasi abdomen dengan menggunakan stetoskop untuk mengkaji bising usus disetiap kuadran. Bising usus normal terjadi setiap 5-15 detik dan berlangsung selama ½ sampai beberapa detik. Sambil mengauskultasi, perawat memeperhatikan karakter dan frekuensi bising usus. Peningkatan nada hentakan pada bising usus atau bunyi “tinkling” (bunyi gemerincing) dapat terdengar, jika terjadi distensi. Tidak adanya bising usus atau bising usus yang hipoaktif (bising usus kkurang dari lima kali per menit) terjadi pada obstruksi usus dan gangguan inflamasi.
·           Perawat mempalpasi abdomen untuk melihat adanya masa atau area nyeri tekan. Penting bagi klien untuk rileks. Ketegangan otot-otot abdomen mengganggu hasil palpasi organ atau masa yang berada dibawah abdomen tersebut.
c)         Perkusi mendeteksi lesi, cairan, atau gas didalam abdomen. Pemahaman tentang lima bunyi perkusi juga memungkinkan identifikasi struktur abdominal yang berada dibawah abdomen. Gas atau flatulen menghasilkan bunyi timpani. Masa, tumor dan cairan menghasilkan bunyi tumpul dalam perkusi.
d)    Rektum. Perawat menginspeksi daerah disekitar anus untuk melihat adanya lesi, perubahan warna, inflamasi dan hemoroid. Kelainan harus dicatat dengan cermat. Untuk memeriksa rektum, perawat melakukan palpasi dengan hati-hati. Setelah mengenakan sarung tangan sekali pakai, perawat mengoleskan lubrikan ke jari telunjuk. Kemudian perawat meminta klien mengedan dan saat klien melakukannya, perawat memasukan jari telunjuknya ke dalam sfingter anus yang sedang relaksasi menuju umbilikus klien. Sfingter biasanya berkonstriksi mengelilingi jari perawat. Perawat harus mempalpasi semua sisi dinding rektum klien dengan metode tertentu untuk mengetahui adanya nodul atau tekstur yang tidak teratur. Mukosa rektum normalnya lunak dan halus. Mendorong jari telunjuk dengan paksa ke dinding rektum atau memasukan jari telunjuk yang terlalu jauh dapat menyebabkan ketidaknyamanan.
3)        Karakteristik Feses
Menginspeksi karakteristik feses memberikan informasi tentang sifat perubahan eliminasi. Setiap karakteristik feses dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kunci dalam melakukan pengkajian adalah apakah ada perubahan baru yang terjadi. Klien adalah orang yang paling tepat untuk ditanyai tentang hal ini.
4)        Pemeriksaan Laboratorium Dan Diagnostik
Pemeriksaaan laboratorium dan diagnostik menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk mempelajari masalah eliminasi. Analisis kandungan feses di laboratorium dapat mendeteksi kondisi patologis seperti tumor, perdarahan dan infeksi.
a)         Spesimen feses.
b)      Tes Guaiak. Tes laboratorium umum yang dapat dilakukan dirumah atau disamping tempat tidur klien ialah tes guaiac atau pemeriksaan darah samardi feses (fecal occul blood testing, FOBT), yang menghitung jumlah darah mikroskopik di dalam tes feses. Dalam kedaan normal, sedikit darah dikeluarkan dalam feses setiap hari akibat abrasi minor peremukaan nasofaring dan permukaan mulut. Jumlah kehilangan darah lebih besar dari 50 ml yang berasal dari saluran GI bagian atas dapat disebut melena (darah di dalam feses). Tes guaiak membantu memperlihatkan darah yang tidak terdeteksi secara visual. Tes ini merupakan tes skrining diagnostik yang sangat bermanfaat untuk kanker kolon. Klien yang mendapatkan antikeagulan atau mengalami gangguan perdarahan atau gangguan pada saluran GI yang diketahui menyebabkan perdarahan (mis, tumor usus, inflamasi usus, atau userasi) harus dites dengan menggunakan tes guaiak. Tes guaiak yang paling umum dilakukan adalah pemeriksaan sediaan darah samar (hemoccult slide tes)
c)         Visualisasi langsung. Instrumen yang dimasukkan ke dalam mulut (memperlihatkan saluran GI bagian atas atau upper GI, UGI) atau rektum (memperlihatkan saluran GI dibagian bawah) memungkinkan dokter menginspeksi integritas lendir, pembuluh darah., dan bagian organ tubuh.
·           Endoskop fiberoptik merupakan sebuah instrumen optik yang dilengkapi dengan lensa pengamat, selang fleksibel yang panjang, dan sebuah sumber cahaya pada bagian ujungnya. Alat ini memungkinkan penampakan struktur pada ujung selang dan pemasukan instrumen khusus untuk biopsi.
·       Proktoskopi dan sigmoidoskopi merupakan instrumen yang kaku, berbentuk selang yang dilengkapi dengan sumber cahaya. Prostokopi terlihat seperti spekulum dengan sebuah lampu. Instrumen ini kurang fleksibel dari pada skop fiberoptik dan lebih berpotensi menimbulkan gangguan kenyamanan.
·          Endoskopi atau gastrokopi UGI memungkinkan visualisasi esofagus, lambung dan duodenum. Dokter menginspeksi tumor, perubahan vaskular, inflamasi mukosa, ulkus, hernia, dan obstruksi. Sebuah gastrokop memampukan dokter mengambil spesimen jaringan (atau biopsi), mengangkat pertumbuhan jaringan yang abnormal (polip), dan sumber-sumber darah samar dari perdarahan.
d)        Visualisasi tidak langsung. Apabila visualisasi tidak memungkinkan (seperti struktuk GI yang lebih dalam), dokter mengandalkan pemerikasaan sinar-X tidak langsung. Klien menelan media kontras atau media diberikan sebagai enema. Salah satu media yang paling umum digunakan adalah barium, suatu substansi radiipaq berwarna putih menyerupai kapur, yang diminumkan ke klien seperti milkshake. Barium digunakan dalam pemeriksaan UGI dan barium enema. Media kontras biasanya dilengkapi dengan penyedap rasa agar rasanya lebih baik. Pemeriksaan GI bagian atas adalah pemeriksaan media kontras yang ditelan dengan menggunakan sinar-X, yang memungkinkan dokter melihat esophagus bagian bawah, lambung, dan duodenum. Dokter mencatat adanya ulsera, inflasimasi, tumor, dan posisi organ yang tidak benar secara anatomi. Juga memantau kepatenan organ dan katup pilorik.
b.        Diagnosa Keperawatan
1)        Gangguan eliminasi alvi: Konstipasi (actual/resiko)
a)     Definisi : Gangguan eliminasi alvi yang diakibatkan adanya feses yang kering dan keras melalaui usus besar
b)     Kemungkinan berhubungan dengan: Immobilisasi, Menurunnya aktivitas fisik, Ileus, Stress, Kurang privasi, Menurunnya mobilitas intestinal, Perubahan atau pembatasan diet.
c)    Kemungkinan ditandai dengan: Menurunnya bising usus, Mual, Nyeri abdomen, Adanya massa pada abdomen bagian kiri bawah, Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang air besar.
d)  Kondisi klinik yang mungkin terjadi: Anemia, Hipotiroidisme, Dialisa ginjal, Pembedahan abdomen, Paralisis, Cedera spinal cord, Immobilisasi yang lama.
e)         Tujuan yang diharapkan:
·           Pasien kembali ke pola normal dari fungsi bowel.
·           Terjadi perubahan pola hidup untuk menurunkan factor penyebab konstipasi.
2)        Gangguan eliminasi: Diare
a)      Definisi: Keluarnya feses cair dan meningkatkan frekuensi buang air besar akibat cepatnya anyme melewati usus besar, sehingga usus besar tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menyerap air.
b)     Kemungkinan berhubungan dengan:Inflamasi, iritasi, dan malabsorpsi, Pola makan yang salah, Perubahan proses pencernaan, Efek samping pengobatan.
c)     Kemungkinan data yang ditemukan: Feses berbentuk cair, Meningkatnya frekuensi buang air besar, Meningkatnya peristaltik usus, Menurunnya nafsu makan.
d)    Kondisi klinik yang mungkin ditemukan: Peradangan bowel, Pembedahan saluran pencernaan bawah, Gastritis/enteristis.
e)         Tujuan yang diharapkan:
·           Pasien kembali buang air besar ke pola normal.
·           Keadaan feses berbentuk dan lebih keras.
3)        Gangguan eliminasi alvi: inkontinensia
a)         Definisi: Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus.
b)     Kemungkinan berhubungan dengan: Menurunnya tingkat kesadaran, Gangguan spinter anus, Gangguan neuromuskuler.
c)      Kemungkinan data yang ditemukan: Tidak terkontrolnya pengeluaran feses, Baju yang kotor oleh feses.
d)      Kondisi klinis yang mungkin ada: Injuri spinal cord, Pembedahan usus, Pembedahan ginokologi, Stroke, Trauma pada daerah pelvis, Usia tua.
e)         Tujuan yang diharapkan:
·           Pasien dapat mengontrol pengeluaran feses.
·           Pasien kembali pada pola eliminasi normal.
c.    Perencanaan
Rencana keperawatan harus menetapkan tujuan dan kriteria hasil dengan menggabungkan kebiasaan atau rutinitas eliminasi klien sebanyak mungkin. Apabila kebiasaan klien menyebabkan masalah eliminasi, perawat membantu klien untuk mempelajari pola eliminasi yang baru. Pola defekasi bervariasi pada setiap individu. Karena alasan ini, perawat dan klien harus banyak bekerja sama untuk merencanakan intervensi yang efektif. Apabila klien tidak mampu melakukan suatu fungsi atau aktivitas, atau mengalamikelemahan akibat penyakit, sangat penting melibatkan keluarga dalam rencana asuhan keperawatn. Seringkali anggota kelurga memiliki kebiasaan eliminasi yang sama tidak efektifnya dengan klien. Dengan demikian, penyuluhan kepada klien yang sangat penting., anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan ahli terapi enterostoma (perawat ET) dapat menjadi sumber yang berharga. Apabila klien membutuhkan intervensi bedah, alur kritis dapat dugunakan untuk mengoordinasi aktivitas tim perawatn kesehatan multidisiplin.
Tujuan perawatan klien dengan masalah eliminasi meliputi hal-hal berikut :
·           Memahami eliminasi “normal”
·           Mengembangkan kebiasaan defekasi yang teratur.
·           Memahami dan mempertahankan asupan cairan dan makanan yang tepat.
·           Mengikuti program olahraga secara teratur.
·           Memperoleh rasa nyaman.
·           Mempertahankan integritas kulit.
·           Mempertahankan konsep diri
d.   Implementasi
Keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada upaya meningkatkan pemahaman klien dan keluarganya tentang eliminasi fekal. Dirumah, dirumah sakit, atau di fasilitas perawatan jangka panjang, klien yang mampu belajar dapat diajarkan tentang kebiasaan defekasi yang efektif.
Perawat harus mengajarkan klien dan keluarga tentang diet yang benar, asupan cairan yang adekuat, dan faktor-faktor yang menstimulasi ataau memperlambat peristaltik, seperti stress emosional. Seringkali pengajaran ini paling baik dilakukan selama waktu makan klien. Klien juga harus mempelajari pentingnya melakukan defekasi secara teratur dan rutin serta melakukan olahraga secara teratur dan mengambil tindakan yang benar ketika muncul masalah eliminasi.
1)        Meningkatkan kebiasaan defekasi secara teratur
2)        Meningkatkan defekasi normal
a)         Posisi jongkok
b)        Mengatur posisi di atas pispot
c)         Katartik dan laksartif
d)        Agens anti diare
e)         Enema
3)        Perawatan Ostomi
4)        Mempertahankan asupan cairan dan makanan yang sesuai
5)        Meningkatkan latihan fisik secara teratur
6)        Meningkatkan rasa nyaman
7)        Mempertahankan integritas kulit.
8)        Meningkatkan konsep diri
e.    Evaluasi
Keefektifan keperawatan bergantung pada keberhasilan dalam mencapai tujuan dan hasil akhir yang diharapkan dari perawatan. Secara optimal klien akan mampu mengeluarkan fases yang lunak secara teratur tanpa merasa nyeri. Klien juga akan memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan pola eliminasi normal dan untuk mendemonstrasikan keberhasialn yang berkelanjutan, yang diukur berdasarkan interval waktu tertentu dalam suatu periode yang panjang. Klien akan mampu melakukan defekasi secara normal dengan memanipulasi komponen-komponen alamiah dalam kehidupan sehari-hari seperti diet,asupan cairan,dan olahraga. Ketergantungan klien pada tindakan bantuan untuk membantu defekasi seperti enema dan penggunaan laksatif, menjadi minimal. Klien akan merasa nyaman dengan protocol ostomi dan mengidentifikasikan protocol tersebut sebagai sesuatu yang dapat dipraktikkan secara pasti.
Contoh Evaluasi Intervensi Untuk Konstipasi
Tujuan Tindakan Evaluatif Hasil Yang Diharapkan
·       Klien akan memahami dan mengonsumsi cairan serta makanan yang dibutuhkan untuk meningkatkan pengeluaran fases yang lunak.
·        Klien akan mendapatkan jadwal defekasi yang teratur. Mengefaluasi rencana diet yang disusun oleh klien atau anggota keluarga.
·           Menggukur asupan cairan klien.
·           Mengopservasi karakter feses.
·           Mencatat frekuensi defekasi.
·           Meminta klien untuk mendeskripsikan factor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.
·     Meminta klien untuk mendiskusikan faktor-faktor dalam riwayat kesehatannya yang dapatmenyebabkan masalah eliminasi. Klien menguraikan sumber-sumber makanan yang tinggi serat.Klien menyiapkan menu untuk 24 jam, termasuk makanan tinggi serat dan cairan.
·           Klien menjelaskan asupan cairan normal untuk meningkatkan defekasi.
·           Asupan cairan klien minimal 1400-2000 ml setiap hari.
·        Klien mendapat jadwal defekasi yang teratur, mengeluarkan fese berbentuk lunak tanpa usaha mengedan yang berlebihan.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »