ISU – ISU YANG MELIBATKAN TINDAKAN DUKUNGAN HIDUP

07:47
DONOR ORGAN


Hak untuk Menolak Perawatan Medis
Menurut Urden (2010), hak untuk menyetujui dan informed consent didalamnya mencakup penolakan treatement. Pada banyak kasus, keputusan seseorang yang dianggap kompetern untuk menolak perawatan sekalipun perawatan ini ditujukan untuk penyelamatan jiwa, namun hal ini tetap dihargai.
Hak untuk menolak perawatan tidak diterima pada beberapa situasi, mencakup didalamnya adalah
1.        Perawatan berhubungan dengan penyakit menular yang dapat mengancam kesehatan publik
2.        Penolakan untuk melanggar standar etik
3.        Treatement harus diberikan, untuk mencegah pasien bunuh diri dan mempertahankan kehidupan
Pada saat pasien menolak suatu perawatan, masalah etik, legal, dan praktik menjadi meningkat. Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki kebijakan spesifik terkait permasalahan tersebut.

Penahanan atau Pengakhiran Terapi (Withholding and Withdrawing Treatement)
Seperti penjelasan sebelumnya, telah disampaikan bahwa orang dewasa memiliki hak untuk menolak perawatan, meskipun tujuan dari perawatan tersebut untuk mempertahankan kehidupan. Namun, hal ini akan menjadi masalah jika pasien tersebut kehilangan kompetensi/kemampuan untuk mengambil keputusan yang bisa disebabkan karena semakin memburuknya keadaan pasien.
Namun, dewasa ini rekomendasi penghentian terapi dapat diberikan oleh petugas kesehatan pada kasus-kasus tertentu, yang menjadi permasalahan adalah ketika keluarga tidak menyetujui dan tetap ingin melanjutkan terapi. Pemberi perawatan  kesehatan juga tidak mempunyai jalan legal untuk melawan keluarga yang menolak mencabut bantuan hidup kecuali sebelumnya pasien sudah meninggalkan petunjuk tertulis pada saat pasien masih kompeten (Morton & Fontaine, 2009).
Advance Directives : Living Will and Power of Attorney
Menurut (Richard, 2011) advances directive merupakan instruksi spesifik yang dipersiapkan pada penyakit serius yang sudah lanjut. Dimaksudkan untuk menuntun pelayan kesehatan berdasarkan keinginan pasien jika suatu saat pasien tidak kompeten/mampu lagi untuk menyatakan pilihan atau mengambil keputusan terkait perawatan kesehatannya. Adapun keputusan tersebut seperti hal nya sebagai berikut :
1.        Penggunaan cairan intravena dan pemberian nutrisi secara parenteral
2.        Resusitasi kardiopulmonal
3.        Penggunaan untuk upaya penyelamatan hidup ketika kemampuan pasien mengalami gangguan. Misal : kerusakan otak, demensia, ataupun stroke
4.        Prosedur spesifik, contoh : transfusi darah
Advances   directives   diantaranya   meliputi  living   will  dan  power   of attorney.  Menurut Morton (2012),  living will  merupakan bentuk arahan tertulis dari seorang pasien yang kompeten pada keluarga dan anggota tim perawatan kesehatan mengenai keinginan pasien apabila pasien tidak lagi dapat menyatakan keinginannya. Sedangkan Power of Attorney, merupakan dokumen legal dimana pasien menunjuk orang yang diberi tanggung jawab dan diberi kekuatan untuk membuat keputusan mengenai pelayanan kesehatan jika pasien sudah tidak dapat lagi membuat keputusan dan tidak dapat berkomunikasi lagi.
Perawat kritis harus mampu menjelaskan sebaik-baiknya kepada pasien dan keluarga terkait  living will  maupun  power of attorney  dan dalam hal ini perawat dapat berperan sebagai advokat klien.
Instruksi Jangan Meresusitasi (DNR)
Menurut Morton & Fontaine (2009), angka keberhasilan RJP pada pasien rawat inap sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh lingkungan pasien dan faktor resusitatif. Akan tetapi, RJP tidak selalu tepat untuk dilakukan ke semua pasien, karena sifatnya yang invasif dan dapat bermakna sebagai suatu pelanggaran hak individu untuk meninggal secara bermartabat. Oleh karena itu, RJP bisa tidak diindikasikan pada pasien-pasien yang mengalami kasus ireversibel ,penyakit yang terminal, dan saat pasien tidak mendapat manfaat apapun dari tindakan ini,
Oleh karena itu, setiap rumah sakit perlu memiliki aturan yang jelas mengenai tindakan DNR tersebut. Menurut Urden (2011) , aturan mengenai DNR tersebut, harus diatur dalam suatu kebijakan tertulis yang mencakup hal-hal dibawah ini
1.        Perintah DNR harus terdokumentasi dengan baik oleh dokter yang bertanggung jawab
2.        Perintah DNR harus dilengkapi dengan second opinion dari dokter yang lain  
3.        Kebijakan DNR harus ditinjau ulang secara berkala
4.        Pasien yang masih memiliki kemampuan harus memberikan informed consent
5.        Pada pasien yang tidak memiliki kemampuan, dapat diwakilkan oleh keluarganya
Kematian Otak
Menurut Morton & Fontaine (2012), pasien yang mengalami kematian otak secara legal telah meninggal, dan tidak ada kewajiban legal untuk memberikan terapi pada pasien tersebut. Tidak diperlukan persetujuan hukum untuk menghentikan bantuan hidup pada seorang pasien yang mengalami kematian otak. Selanjutnya, meskipun lebih diharapkan mendapatkan izin keluarga untuk menghentikan terapi pada pasien yang mengalami kematian otak, namun tidak ada keharusan.
Di Indonesia sendiri kematian otak diatur dalam UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 yang berbunyi “Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung-sirkulasi dan sistem pernapasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dibuktikan.
Donasi Organ
Menurut Dewi (2008), hukum memandang transplantasi adalah suatu usaha yang baik dan mulia di dalam upaya menyehatkan dan menyejahterakan manusia, walaupun jika dilihat dari tindakannya adalah tindakan melawan hokum berupa penganiayaan.
Donasi organ di Indonesia diatur dalam UU Kesehatan No .36 Tahun 2009. Dalam UU ini dijelaskan bahwa tubuh yang telah mengalami mati batang otak dapat dilakukan tindakan pemanfaatan organ untuk kepentingan transplantasi organ. Tindakan transplantasi organ dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.  Ketentuan UU ini juga diperkuat oleh PP No.18 Tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis, dan transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia. Didalam PP tersebut dijelaskan bahwa untuk melakukan transplantasi organ sebelumnya harus ada informed consent, baik pendonor dan penerima telah diberitahukan resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi, selain itu donasi organ dilakukan tidak dengan tujuan komersil serta tidak boleh menerima atau mengirim organ tubuh dari dan ke luar negeri.

KESIMPULAN
Dewasa ini kesadaran masyarakat mengenai hak.-haknya dalam pelayanan kesehatan dan tindakan legal semakin meningkat. hal ini berarti pengawasan kepada perawat selaku pemberi pelayanan kesehatan akan semakin meningkat. Banyak sekali isu-isu yang terkait dengan aspek legal khususnya dalam keperawatan kritis dan gawat darurat.
Isu-isu tersebut terdiri dari isu yang berkaitan dengan kelalaian perawat maupun isu yang terkait bantuan hidup pada pasien. Oleh karena itu, penting sekali bagi seorang perawat kritis untuk selalu menjalankan peran serta fungsinya dan melakukan tindakan sesuai dengan standar keperawatan dan lebih memahami ataupun meningkatkan pengetahuannya terkait isu yang berkaitan dengan aspek legal khususnya pada ranah keperawatan kritis maupun keperawatan gawat darurat sehingga perawat kritis dapat menghindari timbulnya permasalahan hukum yang rentan sekali terjadi di dunia kesehatan ini.

DAFTAR PUSTAKA
Ake, J (2003). Malpraktek dalam Keperawatan. Jakarta : EGC
Ashley, Ruth C. (2003). Understanding Negligence. The Journal for high acuty, progressive, and critical care nursing Vol.23 pp : 72-73
Guwandi. (2004). Hukum Medik (Medical Law). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Hendrik. (2011). Etika & Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC
Hyde, Elizabeth, Maria. (2006). The Knowledge of Critical Care Nurses Regarding Legal Liabilty Issues. Disertation. Department of Nursing
Science University of Pretoria diakses melalui http://upetd.up.ac.za/thesis/available/etd-10152007 123802/unrestricted/dissertation.pdf.
Iwanowski, Piotr S. (2007). Informed Consent Procedure For Clinical Trials in Emergency Settings : The Polish Perspective. Science English Ethics Vol 13 pp : 333-336
http://documents.tips/documents/makalah-isu-berkaitan-dengan-aspek-legal-dalam-kgd-dan-kritis.html

Artikel Terkait

Previous
Next Post »