Dalam melakukan pengkajian dengan baik, maka
diperlukan pemahaman, latihan dan ketrampilan mengenal tanda dan gejala yang
ditampilkan oleh pasien. Proses ini dilaksanakan melalui interaksi perawatan
dari klien, observasi, dan pengukuran.
Tujuan melakukan pengkajian
1.
Mengkaji
fungsi kardiovaskuler
2.
Mengenal secara dini adanya
gangguan nyata maupun potensial
3.
Mengidentifikasi
penyebab gangguan
4.
Merencanakan cara mengatasi
permasalahan yang ada serta menghindari masalah yang akan terjadi
Tekhnik pengkajian
Pengkajian dapat dilakukan minimal sekali, tetapi
dapat dilakukan beberapa kali secara teratur, misal setiap jam pada pasien
kritis. Tekhnik pengkajian meliputi :
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Wawancara :
1. Keluhan
utama
Tanyakan tentang gangguan
terpenting yang dirasakan klien sehingga ia perlu pertolongan. Keluhan yang
harus diperhatikan antara lain sesak napas, nyeri dada menjalar ke arah lengan,
cepat lelah, batuk lendir atau berdarah, pingsan, berdebar-debar, dan lainnya
sesuai dengan patologi penyakitnya.
2. Riwayat
penyakit sekarang (RPS)
Tanyakan tentang perjalanan
penyakit sejak keluhan hingga klien meminta pertolongan. Misal :
a.
tanyakan sejak kapan keluhan
dirasakan,
b.
berapa
kali keluhan terjadi,
c.
bagaimana
sifat keluhan,
d.
kapan dan apa penyebab keluhan,
e.
keadaan apa yang memperburuk dan
memperingan keluhan,
f.
bagaimana
usaha untuk mengatasi keluhan sebelum meminta pertolongan,
g.
berhasilkan
tindakan tersebut
3. Riwayat
penyakit terdahulu (RPD)
Tanyakan
tentang penyakit yang pernah dialami sebelumnya :
a.
tanyakan apakah klien pernah
dirawat sebelumnya
b.
dengan
penyakit apa,
c.
pernahkah
mengalami sakit yang berat
4. Riwayat tambahan disesuaikan dengan
patologi penyakitnya
a.
riwayat
keluarga
b.
riwayat
pekerjaan
c.
riwayat
geografi
d.
riwayat
alergi
e.
kebiasaan
sosial
f.
kebiasaan
merokok
Pemeriksaan fisik (umum) (Chepalokaudal)
Keadaan Umum : KU baik/sedang/lemah
Kesadaran
: Compos Mentis, Apatis, Stupor, Koma
Vital
sign : TD: ____mmHg, RR: ___x/mnt,
N: ____x/mnt, S: ___oC BB/TB :
Kepala :
Bentuk
mesosepal ataukah ada kelainan, adakah jejas
Rambut
______________
Telinga
_______________
Hidung
_______________
Mata ________________
Mulut
dan gigi : ________
Leher :
Kaji
adanya pembesaran leher, kaji adanya JVP (misal pembesaran lnn (-), peningkatan
JVP (-)
Thoraks :
Inspeksi : Lihat adanya jejas, lihat gerak dada dan
pengembangan dada, adakah kelainan, lihat adanya retraksi dada, sesuaikan
dengan alasan masuk
Palpasi : Kaji pengembangan
dada, rasakan adakah perbedaan antara dada kanan dan kiri
Perkusi : Lakukan perkusi pada
semua area paru
Auskultasi : Lakukan auskultasi pada
semua area paru dan jantung
Pemeriksaan
fisik sistem kardiovaskuler
Secara topografik jantung berada di bagian depan
rongga mediastinum
Bagian dada yang ditempati oleh proyeksi jantung yang
seperti terlukis di atas itu dinamakan prekordium
ALAT
YANG DIPERLUKAN : Double Lumen-Stetoskop dan Timer
Pertimbangan
umum :
o
Pakaian atas pasien harus disiapkan
dalam keadaan terbuka.
o
Ruang pemeriksaan harus tenang
untuk menampilkan auskultasi yang adekuat.
o
Tetap selalu menjaga privacy pasien
o
Prioritaskan dan perhatikan untuk
tanda-tanda kegawatan.
Inspeksi
Jantung
Tanda-tanda yang diamati :
1.
bentuk prekordium
2.
Denyut pada apeks jantung
3.
Denyut nadi pada dada
4.
Denyut vena
Bentuk prekordium :
1.
Pada
umumnya kedua belah dada adalah simetris
2.
Prekordium
yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau
atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis
3.
Prekordium
yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium,
efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum
Denyut apeks jantung
1. Dalam
keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus
terlihat di dalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea midclavicularis sinistra
2. Pada
anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV
3. Sifat iktus
:
a.
Pada
keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya local. Pada
pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.
b.
Iktus hanya terjadi selama systole.
Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita adakan juga palpasi pada a.
carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang yang asalnya dari systole.
Denyutan nadi pada dada
1.
Apabila di dada bagian atas
terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada aorta
2.
Aneurisma aorta ascenden dapat
menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan, sedangkan denyutan dada di
daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan
aneurisma aorta descenden
Denyut vena
1.
Vena yang tampak pada dada dan
punggung tidak menunjukkan denyutan
2.
Vena yang menunjukkan denyutan
hanyalah vena jugularis interna dan eksterna
Palpasi jantung
Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung
adalah sebagai berikut :
1.
Pemeriksaan
iktus cordis
2.
Pemeriksaan
getaran / thrill
3.
Pemeriksaan
gerakan trachea
Pemeriksaan iktus cordis
1.
Hal
yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai kuat
angkat atau tidak
2.
Kadang-kadang kita tidak dapat
melihat, tetapi dapat meraba iktus
3.
Pada keadaan normal iktus cordis
dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke medial (2 cm) dari linea
midklavikularis kiri.
Pemeriksaan getaran/thrill
1. Adanya getaran seringkali
menunjukkan adanya kelainan katub bawaan atau penyakit jantung congenital.
2. Disini harus diperhatikan :
a.
Lokalisasi
dari getaran
b.
Terjadinya
getaran : saat systole atau diastole
c.
Getaran yang lemah akan lebih mudah
dipalpasi apabila orang tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi
jantung dan darah akan mengalir lebih cepat.
d.
Dengan terabanya getaran maka pada
auskultasi nantinya akan terdengar bising jantung
Pemeriksaan
gerakan trakhea
1.
Pada pemeriksaan jantung, trachea
harus juga diperhatikan karena anatomi trachea berhubungan dengan arkus aorta
2.
Pada aneurisma aorta denyutan aorta
menjalar ke trachea dan denyutan ini dapat teraba
Perkusi
jantung
1.
Kita melakukan perkusi untuk
menetapkan batas-batas jantung
a.
Batas kiri jantung
b.
Batas kanan jantung
2.
Perkusi jantung mempunyai arti pada
dua macam penyakit jantung yaitu efusi pericardium dan aneurisma aorta
Batas kiri
jantung
1.
Kita melakukan perkusi dari arah
lateral ke medial.
2.
Perubahan antara bunyi sonor dari
paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas jantung kiri
3.
Normal
Atas : SIC II kiri di linea
parastrenalis kiri (pinggang jantung)
Bawah : SIC V kiri agak ke medial
linea midklavikularis kiri ( tempat iktus)
Batas kanan
jantung
1. Perkusi
juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
2. Disini agak
sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan
thorak
3. Normal :
Batas bawah kanan jantung adalah di
sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di linea parasternalis kanan
Sedangkan batas atasnya di ruang
interkostal II kanan linea parasternalis kanan
Auskultasi
jantung
1.
Auskultasi jantung menggunakan alat
stetoskop duplek, yang memiliki dua corong yang dapat dipakai bergantian.
2.
Corong pertama berbentuk kerucut
(bell) yang sangat baik untuk mendengarkan suara dengan frekuensi tinggi
(apeks)
3.
Corong yang kedua berbentuk
lingkaran (diafragma) yang sangat baik untuk mendengarkan bunyi nada rendah
Pada auskultasi diperhatikan 2 hal, yaitu :
1.
Bunyi jantung : Bunyi
jantung I dan II
a.
BJ I : Terjadi karena getaran
menutupnya katup atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi isometris
dari bilik pada permulaan systole
b.
BJ II : Terjadi akibat proyeksi
getaran menutupnya katup aorta dan a. pulmonalis pada dinding toraks. Ini
terjadi kira-kira pada permulaan diastole
c.
BJ II normal selalu lebih lemah
daripada BJ I
2.
Bising jantung / cardiac murmur
Bunyi
jantung 1 (S1)
1.
Daerah auskultasi untuk BJ I :
a.
Pada iktus : katub mitralis
terdengar baik disini.
b.
Pada ruang interkostal IV – V
kanan, pada tepi sternum : katub trikuspidalis terdengar disini
c.
Pada ruang interkostal III kiri,
pada tepi sternum : merupakan tempat yang baik pula untuk mendengar katub
mitral.
2.
Intensitas BJ I akan bertambah pada
apek pada:
a.
stenosis
mitral
b.
interval PR (pada EKG) yang begitu
pendek
c.
pada kontraksi ventrikel yang kuat
dan aliran darah yang cepat misalnya pada kerja fisik, emosi, anemia, demam
dll.
3.
Intensitas BJ I melemah pada apeks
pada :
a.
shock
hebat
b.
interval
PR yang memanjang
c.
decompensasi
hebat.
Bunyi
jantung 2 (S2)
1.
Intensitas BJ II aorta akan
bertambah pada :
a.
hipertensi
b.
arterisklerosis
aorta yang sangat.
2.
Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :
a.
kenaikan desakan a. pulmonalis,
misalnya pada : kelemahan bilik kiri, stenosis mitralis, cor pulmonal kronik,
kelainan cor congenital
3.
BJ I dan II akan melemah pada :
a.
orang
yang gemuk
b.
emfisema
paru-paru
c.
perikarditis
eksudatif
d.
penyakit-penyakit
yang menyebabkan kelemahan otot jantung
Bising
jantung
1.
Apakah bising terdapat antara BJ I
dan BJ II (=bising systole), ataukah bising terdapat antara BJ
II dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah untuk menentukan bising systole
atau diastole ialah dengan membandingkan terdengarnya bising dengan saat
terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka bising itu adalah bising systole.
Tentukan lokasi bising yang
terkeras.
2.
Tentukan arah dan sampai mana
bising itu dijalarkan. Bising itu dijalarkan ke semua
arah tetapi tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan bising yang keras
akan dijalarkan lebih dulu.
3.
Perhatikan derajat intensitas
bising tersebut, Ada 6 derajat bising :
a.
Bising 1 yang paling lemah yang
dapat didengar. Bising ini hanya dapat didengar dalam waktu agak lama untuk
menyakinkan apakah besar-benar merupakan suara bising.
b.
Bising 2 lemah, yang dapat kita
dengar dengan segera.
c.
Bising 3 dan 4 adalah bising yang
sedemikian rupa sehingga mempunyai intensitas diantara 2 dan 5.
d.
Bising 5 yang sangat keras, tapi
tak dapat didengar bila stetoskop tidak diletakkan pada dinding dada.
e.
Bising 6 yang dapat didengar
walaupun tak menggunakan stetoskop.
4.
Perhatikan kualitas dari bising,
apakah kasar, halus, bising gesek, bising yang meniup, bising yang melagu
Pemeriksaan
pembuluh darah perifer
1.
Pada pemeriksaan pembuluh darah
perifer hal yang biasa dilakukan adalah palpasi nadi.
2.
Pada pemeriksaan yang rutin yang
dilakukan adalah palpasi nadi dari a. radialis.
3.
Pada palpasi nadi harus
diperhatikan hal-hal di bawah ini :
a. Frekuensi nadi
b. Tegangan nadi
c. Irama nadi
d. Macam denyut nadi
e. Isi nadi
f. Bandingkan
nadi a. radialis ka & ki
g. Keadaan dinding arteri
4.
Pemeriksaan JVP, posisikan pasien
30o,
kemudian hitung peninggian JVP,
normalnya 2,5 s.d. 5 cm
Pemeriksaan
diagnostik/penunjang
Alat
Diagnostik
1.
Gas Darah Arteri atau ABG (Arterial Blood Gas) ; dapat
diindikasikan dan memonitor level oksigenasi dalam darah.
2.
Rontgen Dada ; untuk memeriksa struktur
jantung dan ukuran, dilatasi arteri pulmonalis utama, kongesti paru, efusi
pleura atau efusi jantung, ada atau tidaknya pacu jantung serta posisi pacu
jantung, kateter intrakardia, dan kateter arteri pulmonalis.
3.
EKG (Elektrokardiogram), EKG 12 lead
direkomendasikan dan sangat berarti dalam menyediakan informasi untuk diagnosis
jantung.
4.
Ekokardiogram, pemeriksaan yang
menggunakan gelombang ultrasonic untuk mendapatkan dan menampilkan gambaran
struktur jantung, gerakan jantung, dan abnormalitas seperti stenosis katub
aorta dan katub mitral, prolapse katub mitral dan regurgitasi , insufisiensi
aorta, defek septum atrium dan efusi pericardial.
5.
Ekokardiografi Transesofageal (TEE),
pemeriksaan ini mengkombinasikan ultrasound dan endoskopi. TEE adalah cara yang
tepat untuk memonitor fungsi jantung selama bedah jantung terbuka karena probe
esophageal dapat dimasukkan dan ditinggal di posisi yang sama selama operasi.
6.
Tes Stres, tes ini dikenal sebagai
elektrokardiografi latihan, dan untuk individu yang dapat menoleransi latihan,
tes yang dilakukan meliputi mengayuh sepeda stationer atau berjalan di
treadmill sambil dipasang mesin EKG.
7.
Kateter arteri Pulmonalis (PAC/Pulmonary
Artery Catheter), kateter invasif yang memiliki ujung balon dimasukkan oleh
dokter ke dasar kapiler paru melalui interna jugularis, femur, atau vena
subclavia. Kateter ini digunakan untuk mengukur tekanan vena pulmonalis dan
menyediakan data tekanan jantung kanan dan kiri, curah jantung, temperatur inti
dan saturasi oksigen halnya resistensi vascular paru. Kateter ini tetap membuka
dengan tetesan IV yang pelan dan membutuhkan bilas yang periodic dengan
activator bilas manual. Kateter ini memiliki tekanan transducer dekat dengan aktivator
bilas, dimana mengubah energi mekanis yang disalurkan melalui kateter dari
jantung ke energy listrik yang dapat dilihat melalui monitor jantung.
Transducer ini juga dapat memeriksa suhu inti tubuh pasien dengan memasangkan
konektor termistor dari PAC ke monitor jantung.
8.
Kateterisasi Jantung (CC/Cardiac
Catheterization), digunakan untuk mengukur tekanan di jantung dan memberikan
gambaran visual aliran darah melalui cairan yang diinjeksikan ke ruang jantung
atau arteri coroner. CC menunjukkan bagaimana fungsi jantung dan apakah ada
sumbatan arteri coroner.
Jantung pasien dikaji masuk lewat
tusukan femur. Jika pasien melakukan kateterisasi jantung kanan, vena femur
yang tusuk, dan jika kateterisasi jantung kiri, femur arteri yang ditususk.
Saat tekanan sudah didapatkan, cairan marker diinjeksikan untuk melihat fungsi
ruang jantung dan memberi gambaran visual arteri coroner ( untuk kateterisasi
jantung kiri saja).
Tes
Laboratorium
Level serum darah diuji secara rutin
untuk mementukan konsentrasi elektrolit yang dapat mempengaruhi fungsi jantung.
Organ lain seperti ginjal, hati dan
sistem pernapasan serta metabolism glukosa diperiksa untuk mengidentifikasi
disfungsi organ.
Isoenzim jantung menentukan apakan
kematian sel miokardial sudah terjadi / belum. Level enzim perlu diamati untuk
megetahui infark miokard.
Level lemak penting untuk menentukan
faktor resiko penyakit arteri coroner.
Status hematologis pasien dapat
menentukan anemia atau infeksi yang disebabkan oleh penyakit jantung atau gangguan
koagulasi.
Nilai abnormal kimia darah dapat
mempengaruhi kontraktilitas jantung dan penting untuk dievaluasi.
1.
Tes Laboratorium : Elektrolit terdiri
dari Kalium, Kalsium, Magnesium, Natrium
2.
Tes Laboratorium : Hematologi terdiri
dari Sel Darah Merah (RBC), Sel Darah Putih (WBC)
3.
Tes Laboratorium : Level Kolesterol
terdiri dari Kolesterol, HDL dan LDL, Trigliserida
4.
Tes Laboratorium :
a.
Enzim Jantung (Marker) terdiri diri
Isoenzim yaitu
1)
Kreatin fosfokinase (CPK/creatine phosphokinase) atau lebih
dikenal CK (creatine kinase) atau keratin kinase. CPK disusun oleh tiga
isoenzim atau subunit yang ditemukan bervariasi di jaringan otak dan otot.
2)
CK – BB mengindikasi konsentrasi
kreatinin kinase yang ditemukan di paru-paru, kandung kemih, otak dan
gastrointestinal. Hasil ini akan meningkat setelah kecelakaan serebrovaskular
(CVA/ cerebral vascular accident) atau stroke otak. Nilai normalnya adalah 0 –
1%.
3)
CK – MM isoenzim ini ditemukan dalam
otot rangka dan miokardium. Nilai normalnya 95-100%.
4)
CK – MB isoenzim ini secara khusus
ditemukan dalam sel miokardium. Serum ini dianggap indicator yang paling
specifik atau “gold standard” untuk mendiagnosis infark miokard dalam 24 jam
pertama dari gejala dan onset. Isoenzim ini akan meningkat dari 4 – 8 jam
setelah infark miokard puncaknya antara 15 – 24 jam, tetap meningkat selama 48
– 72 jam dan kembali normal setelah 3 hari jika tidak ada kerusakan jantung
yang lebih lanjut. Nilai normalnya 0 – 6% total CK.
b.
Laktat Dehidrogenase (LDH), enzim ini
berkontribusi untuk metabolisme korbohidrat dan ditemukan di jantung, ginjal
dan sel darah merah. LDH sangat berguna untuk diagnosis lanjutan MI setelah CK
– Mbkembali normal.
c.
Troponin, adalah protein yang sangat
spesifik pada otot jantung dan akan meningkat secara cepat di aliran darah seperti
halnya CK – MB setelah MI. Troponin tidak dapat dideteksi pada orang sehat dan
setiap cedera otot kecuali cedera otot jantung
d.
Mioglobin, enzim jantung lain yang
penting yang dapat digunakan pada deteksi paling awal untuk MI.
e.
Peptide natriuretic Tipe B (BNP), adalah
neurohormon yang disekresi oleh ventrikel jantung dalam respon regangan
ventrikel dan overload. Ini adalah indikator yang terbaik untuk diagnosis dan
prognosis gagal jantung (HF). Dengan menggunakan tes darah ini, pasien dapat
ditangani dengan cepat untuk gagal jantung.
Daftar Pustaka
Terry, C.L., Weaver, A., 2013.
Keperawatan Kritis Demystified. Penerbit ANDI ; Yogjakarta
EmoticonEmoticon